Tattoo telah dikenal sejak lampau di berbagai etnis di belahan dunia. Di Indonesia sendiri, Suku Dayak merupakan salah satu suku yang telah memiliki kebudayaan seni tattoo sejak dulu. Saat ini tattoo seolah telah mengalami pergeseran makna, yaitu identik dengan perilaku kejahatan dan kriminal. Meski begitu, masih ada orang-orang yang benar-benar menyukai seni tattoo karena keindahan dan keunikannya. Dan baru-baru ini penelitian yang dilakukan di Universitas Alabama menunjukkan bahwa tattoo dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Hal ini berkaitan dengan proses yang dilakukan ketika men-tattoo, yaitu proses yang menyakitkan ketika ujung jarum tattoo menggores kulit secara efektif mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh manusia. Penelitian ini bahkan telah dimuat dalam jurnal American Journal of Human Biology, dan melibatkan berbagai subyek dengan umur yang bervariasi antara 18 hingga 47 tahun.
Subyek-subyek tersebut diperiksa dengan teliti dan khusus dengan menganalisa kandungan imunoglobulin A dan kadar kortisol yang ada dalam air liur mereka. Kedua zat tersebut merupakan unsur yang dapat digunakan untuk memeriksa antibodi dan tingkat stres seseorang. Penelitian tersebut menghasilkan bahwa orang yang sering ditattoo mengalami tingkat stres yang lebih sering. Ini sama saja menunjukkan bahwa jarum tattoo dapat digunakan untuk meredakan stres tersebut.
Namun meski begitu, orang yang sering ditattoo akan lebih terbiasa dengan rasa sakit yang ditimbulkan oleh tusukan jarum tattoo, sehingga bagi mereka proses tattoo tidak akan terasa terlalu menyakitkan karena tubuh mereka telah menyesuaikan. Christopher Lynn, seorang profesor antropologi mengajurkan agar seseorang dengan sistem kekebalan tubuh yang buruk tidak terlalu sering mentattoo tubuhnya.